BAB I
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab
suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang
harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka
memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan
jika selama ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya.
Tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Upaya
itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad Saw masih berada di Mekkah dan
belum berhijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut
telah mereka laksanakan sejak al-Qur’an diturunkan hingga saat ini. Mempelajari
Al-Quran adalah kewajiban. Ada beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus
dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain,
mengenai “memahami Al -Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu
Pengetahuan.”(Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang
ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh
aspek kehidupan). Penting bagi kita untuk mengetahui sejarah turunnya Al
Qur`an, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah SWT dan tetap pada
ajaran Islam. Apabila kita tidak mengetahui sejarah, maka kecenderungan mengulangi
sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya pemalsuan al-Qur’an pada masa-masa
awal Islam akan terjadi lagi. Apalagi mengingat sekarang ini bebas dan maraknya
ajaran-ajaran “nyeleneh” yang bermunculan. Wacana tentang sejarah al-Quran,
seperti bagaimana al-Qur’an diturunkan, bagaimana para ulama’ menjaga al- Quran
dari masa ke masa perlu diketahui oleh ummat Islam. Bagimana sejarah turunnya
al -Qur’an tersebut? dan apa yang dapat kitaambil pelajaran dari sejarah
turunnya al -Qur’an? Dan banyak hal yang mesti kita ketahui tentang al-Qur’an
ini.
Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua berharap semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami khususnya tentang Nuzulul Qur’an.
Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua berharap semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami khususnya tentang Nuzulul Qur’an.
BAB II PEMBAHASAN
TAHAPAN NUZULUL AL-QUR’AN
TAHAPAN NUZULUL AL-QUR’AN
II. Pengertian Nuzulul
Qur’an
Nuzulul Qur’an yang
secara harfiah berarti turunnya Al Qur’an adalah istilah yang merujuk kepada
peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul terakhir
agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW. Ramadhan adalah bulan diturunkannya
al-Quran. Turunnya al-Quran dari Allah SWT kepada Rasullullah SAW diperingati
setiap tanggal 17 Ramadhan. Menurut bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar
dari kata kerja iqro yang berarti bacaan. “Quran” menurut pendapat yang
paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal
kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul
yaitu maqru’ (dibaca). Karena Al-Qur’an bukan saja harus di baca oleh
manusia, tetapi juga karena dalam kenyataannya selalu dibaca oleh yang
mencintainya. Baik pada waktu shalat maupun di luar shalat[1]. Di dalam Al Qur’an
sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti demikian sebagal tersebut dalam
ayat 17, 18 surah (75) Al-Qiyaamah :
Artinya:
‘Sesungguhnya
mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada
lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. karena itu jika kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikut bacaannya”.
Adapun definisi Al
Qur’an menurut istilah ialah: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan (diwahyukan ) kepada Nabi Muhammad dan ditulis di mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”. Dengan definisi
ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad S.A.W.
tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s.
atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.. Dengan demikian pula Kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W, seperti Hadis Qudsi, tidak pula
dinamakan Al Qur’an. Menurut Syaikh Muhammad Khudlari Beik, Al-Qur’an ialah
firman Allah SWT yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
untuk difahami isinya dan diingat selalu, yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir, yang sudah ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Naas. Dalam definisi tersebut di atas bahwa Al-Qur’an
mengandung unsur –unsur Sebagai berikut :
1. Lafadz-lafadznya berbahasa arab
2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
3. Disampaikan secara mutawatir
4. Ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al -Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Naas.
Dr. Subhi Al-Shalih
dalam “Mabahits fi Ulum Al -Qur’an” merumuskan definisi Al-Qur’an yang
dipandang dapat diterima oleh mayoritas ulama terutama ahli bahasa, ahli fiqih
dan ahli ushul fiqih, sebagai berikut: “Al -Qur’an adalah firman Allah SWT yang
bersifat/berfungsi mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
ditulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir dan yang
dipandang beribadah membacanya2. Dari definisi yang dikemukanan di atas, bahwa
pada intinya Al -Qur’an itu adalah merupakan firman Allah. Perbedaan yang
terjadi hanyalah dalam memberikan sifat-sifat dari firman Allah tersebut
sehingga menjadi lebih spesifik dan tidak tertukar dengan firman-firman Allah
selain Al-Qur’an.
III. Tahapan Nuzulul Qur’an
Turunnya Qur’an
merupakan perstiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni
langit dan bumi. Turunnya al-Quran yang pertama kali pada malam lailatul
qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri
dari malaikat-malaikat akan kemulian umat Muhammad. Umat ini telah dimuliakan
oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik yang dikeluarkan
bagi manusia. Turunnya alquran yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan
kitab yang turun sebelumnya.
Allah menurunkan
alquran kepada manusia melalui 3 kali tahap penurunan.
1. Di lauhil mahfudz yang semua orang tidak tau kapan, tangal, bulan, tahunnya
berapa ketika turun?Ibnu katsir lewat riwayat ibnu khatam:
“Ma min syai’in qodo allah al quran wama qoblahu wama ba’dahu illa bil lauhil mahfudz”
“Ma min syai’in qodo allah al quran wama qoblahu wama ba’dahu illa bil lauhil mahfudz”
Artinya: “Apapun yang
di qodo’ Allah sebelum dan sesudah alquran , semuanya itu di letakkan di lauhil
mahfudz dan tak tau dimana itu letaknya dan tidak diijinkan siapaun tau tentang
lauhil mahfudz. Adapun jumlahnya seklaigus atau jumlatan wahidatan.
1. Dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izza
Yaitu langit yang
pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak diketahui letak
persisinya. Adapun jumlahnya adalah semuanya (jumlatan wahidatan) pada waktu
lialatul qodar. Namun tanggalnya tidak diketahuai, adapaun bulannya sudah jelas
pada bulan ramadlan.
Al-Qurtubi telah menukil
dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan (ijma’) bahwa turunnya
al-qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul ‘Izzah di langit dunia.
Sebetulnya tidak hanya
alquran saja yang diturunkan pada bulan romadhon, namun juga;.
1)
Taurot
: 6 hari setelah romadhon
2)
Suhuf ibrohim : 1 harisetelah romadhon
3)
Injil
: 13 hari setelah romadhon
4)
Zabur
: 12 hari setelah romadhon
1. Dari baitul ‘izzah ke Rasulallah.
Penurunannya tidak
seklaigus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun berdasarkan kebutuhan, peristiwa, atau kejadian
atau bahkan permintaan lewat malaikat jibril.
Adapun kitab-kitab
samawi yang lain,seperti taurat, inzil, dan zabur,turunnya sekaligus,
tidak turun secara berangsur-angsur.Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh
firman-Nya dalam surah al-furqan ayat 32:
“Dan berkatalah
orang-orang yang kafir : ‘mengapa Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali
turun saja?’demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami
membacakannya kelompok demi kelompok.” (al-furqon [25]:32).
Ayat-ayat ini
menunjukkan bahwa kitab-kitab samawi yang terdahulu itu turun sekaligus.Dan
inilah pendapat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama. Seandainya kitab-ktab
itu turun secara berangsur-angsur,tentulah orang-orang kafir tidak akan merasa
heran terhadap Quran yang turun berangsur-angsur.Maka kata-kata mereka,”
mengapa Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus” Seperti halnya
kitab-kitab yang lain. Allah tidak menjawab mereka bahwa ini adalah Sunnah-Nya
didalam menurunkan kitab samawi sebagaimana Dia menjawab kata-kata mereka dalam
surah al-Furqan ayat 7:
” Dan mereka berkata
:mengapa rasul ini memakann makanan dan berjalan dipasar-pasar?” (Al-Furqon:7) dengan jawaban:
“Dan kami tidak
mengutus rasul-rasul sebelummu,melinkan mereka sungguh memakan makanan dan
berjalan dipasar-pasar.”
Tetapi Allah menjawab
mereka dengan menjelaskan hikmah mengapa Quran diturunkan secara bertahap
dengan firman-Nya: ”Demikiannlah supaya kami perkuat hatimu”, maksudnya:
Demikianlah kami menurunkan Quran secara bertahap dan pisah-pisah karena suatu
hikmah,yaitu untuk memperkuat hati rasulullah saw. ”Dan kami membacakannya
kelompok demi kelompok”,maksudnya: Kami menentukannya seayat dem seayat atau
bagian demi bagian atau kami menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya, karena
tutunnya yang bertahap sesuai dengan peristiwa” itu lebih dapat memudahkan
hafalan dan pemahaman yang merupakan salah satu penyebab kemantapan (didalam
hati). Penelitan terhadap hadits-hadits sahih mengatakan bahwa Quran turun
menurut keperluan ,terkadang turun 5 ayat,10 ayat terkadang lebuh banyak dari
itu.
IV.
Hikmah Turunnya Alqur’an Secara Berangsur-angsur
Al-Qur’an tidak
diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sekaligus satu kitab
tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat, ayat-perayat menurut tuntutan
peristiwa yang melatarinya. Lantas apa hikmahnya? Hikmah atau tujuannya ialah:
1. Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam .
Firman-Nya:
“Orang-orang kafir
berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah,
supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur
dan benar).” (Al-Furqaan: 32)
Kata Abu Syamah, ayat
itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan Qur’an secara
berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk kitab seperti
kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya, tidak. Lantas apa rahasia
dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa
Sallam . Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa,
kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat
menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad.
Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang
tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya
dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat bergembira
yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu saat-saat yang paling baik
di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau dengan Jibril.
1. Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an
Karena menurut mereka
aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur. Dengan begitu Allah
menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi)
sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja
yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
1. Supaya mudah dihapal dan dipahami.
Memang, dengan turunnya
Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal
serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang-orang yang buta huruf seperti
orang-orang arab pada saat itu; Qur’an turun secara berangsur-angsur tentu
sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang,
ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan
baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata:
“Pelajarilah Al-Qur’an
lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi
Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)
1. Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat
mengamalkannya.
Dengan begitu kaum
muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya
ayat-ayat Qur’an. Apalagi pada saat memerlukannya karena ada peristiwa yang
sangat menuntut penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai kabar bohong
yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah bunda Aisyah, dan ayat-ayat
tentang li’an.
1. Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan
suatu hukum.
Al-Qur’an turun secara
berangsur-angsur; yakni dimulai dari maslaah-masalah yang sangat penting
kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Nah, karena masalah yang sangat
pokok dalam Islam adalah masalah Iman, maka pertama kali yang dipriorotaskan
oleh Al-Qur’an ialah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada
kitab-kitbnya, para rasulnya, iman kepdaa hari akhir, kebangkitan dari kubur,
dan surga neraka. Hal itu didukung dengan dalil-dalil yang rasional yang tujuan
untuk mencabut kepercayaan-kepercayaan jahiliyah yang berpuluh-puluh tahun
telah menancap di hati orang-orang musyrik untuk ditanami/diganti dengan
benih-benih akidah Islamiyah.
Setelah akidah Islamiya
itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah menurunkan ayat-ayat yang
memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk
membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang
menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan,
darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan
kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam
memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti
memotivasi mereka dalam perjuangan ini. Mari kita simak contoh-contoh di bawah
ini:
1. Surat Al An’am adalah surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya
menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan apa
yang halal dan haram, firman:
“Katakanlah: “Marilah
saya bacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu
menyekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang akan
memberi rizki kamu dan mereka.” (Al An’am:152)
Kemudian, ayat-ayat
yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah;
seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu
diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:
“Jangan kau mendekati
zina. Karena sesungguhnya zina satu perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.” (Al Isra:32)
Tapi, ayat-ayat yang
merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di Madinah kemudian.
1. Tentang undang-undang pengharaman khamer, yang pertama kali turun ialah
ayat:
“Dan dari buah kurma
serta anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik …” (An-Nahl:67)
Kemudian yang turun
berikutnya ialah ayat:
“Mereka bertanya
kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari pada
manfaatnya.” (Al-Baqarah:219)
Di dalam ayat itu
dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal sifatnya, dan
bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal, pemborosan harta benda,
dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah kejahatan serta kemaksiatan di
masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat.
“Hai orang-ornag yang
beriman, janganlah kalian shalat ketika kalian dalam keadaan mabuk sampai
kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-Nisaa’:43)
Setelah mereka tahu dan
menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih
tegas lagi:
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Oleh kraena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (Al Maidah:90)
Untuk lebih menjelaskan
lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, ialah apa yang dikatakan
Bunda Aisyah berikut:
“Sesungguhnya yang
pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya
disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali/masuk
Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya
yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyai: janganlah kamu minum khamer,
pasti mereka berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan minum khamer
selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan
berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan
berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari)
BAB III KESIMPULAN
Al Qur’an ialah kalam
Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi
Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta
membacanya adalah ibadah. Dari sejarah diturunkannya Al-Quran, dapat diambil
kesimpulan bahwa Al-Quran mempunyai tiga tujuan pokok :
1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang
tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian
adanya hari pembalasan.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan normanorma
keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara
individual atau kolektif.
3. Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar
hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, “Al-Quran adalah petunjuk
bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.”
BAB IV PENUTUP
Demikianlah makalah ini
kami buat, kami sadar dalam makalah ini masih banyak kesalahan dalam penulisan
maupun dalam penyampaiannya. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami perlukan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan,Manna
Khalil,2010. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Litera antarnusa, Jakarta.
Anwar,Rosihan,2010.
Ulum Al-Qur’an untuk UIN,STAIN, dan PTAIS, CV Pustaka Setia, Bandung.
http://yazermahzun.wordpress.com/2010/09/05/tahap-tahap-turunnya-alquran/ diakses tanggal 29 september 2011 pukul 11.00
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1861694-tahap-turunnya-al-quran/ diakses tanggal 29 september 2011 pukul 12.11
Zainu,Syaikh Muhammad
Ibnu Jamil, 1997. Pemahaman Al-Qur’an, Gema Risalah Press, Bandung
0 komentar:
Posting Komentar